Wednesday, December 14, 2016

Headshot, Ra's Al Ghul atau Darth Vader?



Sabtu pekan lalu, 10 Desember 2016, setengah bersungut-sungut saya menerima ajakan suami nonton Headshot di pusat perbelanjaan di Cibinong, Bogor. Entahlah, saya kurang minat dengan film itu.

"Iko Uwais, pasti bagus," rayunya. Maklum, dia penggemar laga dan Iko Uwais. Mestinya saya melarang Bapak pulang ke Kediri. Bapak dan menantu pecinta film setipe.

Okay, baiklah. Mari melangkah ke teater dan membeli tiket. Kurang 40 menit pertunjukan, kami mendapatkan barisan G. Deretan C favorit kami tampaknya sudah diduduki.

Singkat cerita, begini sinopsis Headshot yang saya kutip dari situs 21cineplex.com.

Pemuda misterius bangun tersentak dari keadaan koma selama berbulan-bulan, dirawat hingga pulih oleh seorang murid kedokteran bernama Ailin ketika ditemukan sekarat dengan sebuah luka tembakan di kepala. Seperti sebuah kelahiran baru dan, menyadari pemuda ini telah kehilangan ingatan dan indentitas dirinya, Ailin menamakan pemuda tersebut Ishmael.

Keduanya langsung menjadi dekat tanpa menyadari bahwa dibalik kedamaian sesaat tersebut bahaya mengintai. Hidup mereka dalam waktu dekat akan berbenturan dengan geng kriminal berbahaya yang dipimpin oleh seorang pemimpin misterius yang dikenal hanya dengan sebutan Lee.

Ishmael mulai mamahami identitas asli dirinya yang sangat erat berkaitan dengan para kriminal, dimana Ailin diculik dengan kejam. Bertekad untuk menyelamatkan wanita yang telah memberikannya kehidupan baru, Ishmael tidak punya pilihan selain menghadapi masa lalunya. Namun dengan semua konfrontasi kekerasan yang membuat Ishamel menghadapi ingatan yang membawanya selangkah lebih dekat dengan masa lalu kelam yang sebenarnya, kepribadian yang mematikan terbangun di dalam dirinya mulai menguak siapa Ishmael sebenarnya.

Lebih detailnya saksikan sendiri. Saya agak malas memberikan sop iler alias spoiler di tulisan ini. Sekarang, mari kita memberikan penilaian.

Izinkan saya memaparkan kelebihan Headshot terlebih dahulu. Saya menganggap Headshot berjenis popcorn movie meski deretan penghargaan berhasil diraihnya.  Di L'Etrange Festival Paris 2016, Headshot meraih gelar Grand Prix Nouveau Genre Award di kategori International Feature Film Competition.

Saat diputar perdana di Toronto International Film Festival, Headshot mendapatkan apresiasi lewat tepukan panjang penontonnya. Di dalam negeri sendiri, Headshot diganjar dua penghargaan untuk kategori Penata Suara Terbaik dan Penata Efek Visual Terbaik.

Tentu sederet penghargaan ini saya duga karena Headshot mampu memberikan tensi ketegangan yang stabil. Alur cerita, menurut saya, lumayan kuat dengan bumbu drama yang tak berlebihan. Setidaknya saya tak sempat nglamun seperti saat nonton film Mo Brother sebelumnya, 'Killers.' Atau tidak juga sampai terlalu sering menutup mata seperti 'Rumah Dara'.

Akting yang paling menonjol adalah Sunny Pang, pemeran Lee yang menjadi tokoh antagonis. Sikapnya santai tapi luar biasa sadis. Adegan makan mie sebelum transaksi menunjukan ketenangan seorang penjahat yang elegan, father of hell.


Akting Iko sedikit meningkat dibanding film-filmnya yang lalu. Dia sudah bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas, tak lagi kumur-kumur. Wajahnya sudah lebih lentur, tidak disuntik botox seperti akting sebelumnya.

Chelsea Islan juga menarik. Aktingnya tak berlebihan layaknya saat bermain di Dibalik 98. Saya suka perubahan sikapnya dari yang ramah dan lincah ketika masih di rumah sakit menjadi pemarah saat disekap.

Setelah kelebihan, mari kita kulik kekurangannya. Saya agak janggal dengan tata bahasa yang digunakan Chelsea saat Iko masih koma. Naskah dialog kurang alami, seperti berdeklamasi.

Kalau anda berniat menonton Headshot untuk melihat seni bela diri yang indah,lebih baik pulang saja. Dari awal hingga 3/4 film hanya bag big bug tanpa teknik. Iko seperti asal pukul, asal tendang, tidak menggunakan jurus. Mungkin karena lawan mainnya buta bela diri jadi dia menggampangkan. Andai saja ada Yayan "Mad Dog" Ruhiyan jadi lawannya.

Saat final battle melawan Sunny Pang, Iko baru menggunakan teknik bela diri tapi masih juga setengah-setengah. Saya malah mengira gerakan Iko bukan silat nusantara melainkan aliran kungfu dari Tiongkok.

"Wingchun ya itu?" bisik saya kepada suami.
"Bukan, itu silat harimau," jawabnya.

Sampai sekarang, saya tak percaya teknik yang digunakan Iko adalah silat harimau seperti di 'Merantau' atau 'The Raid'. Gerakannya sangat jauh berbeda.

Bagi anda yang bermata jeli, awas ada ranjau sinematografi di tengah film. Saya menemukan kamera bocor saat adegan di hutan. Titik titik air mengumpul di atas kaca kamera hingga menimbulkan bias pelangi.

Kekurangan lainnya, Headshot nampaknya juga kurang riset. Bagaimana mungkin seorang dokter muda atau dokter magang menggunakan jas putih lengan panjang? Seingat saya, jas putih lengan panjang dikenakan dokter spesialis sedangan lengan pendek untuk dokter umum.

Sedangkan dokter muda, ada yang menggunakan jas berlengan panjang namun selutut. Perhatikan jas yang digunakan Ailin, tidak selutut tetapi berlengan panjang. Mengingat statusnya yang magang di pelosok Bangka Belitung, harusnya Chelsea tak menggunakan jas spesialis.

Nah keseimpulannya, film ini memang menghibur dengan ketegangannya tapi tak cukup untuk dianggap mengesankan. Nilai 6,5 secara keseluruhan.

Lantas, apa hubungannya dengan Ra's Al Ghul atau Darth Vader? Begini, entah mengapa saat menyaksikan beberapa adegan di Headshot, saya malah teringat dengan Trilogi Batman-nya Nolan dan Starwars.

Saat adegan di sebuah sumur dan upaya Lee menangkap Ishmael/Abdi, saya teringat adegan antara Ra's Al Ghul dan Batman/Bruce Wayne. Sedangkan saat Lee mengatakan "I am your father", saya malah langsung terpikir adegan antara Darth Vader dengan Luke Skywalker di Starwars.

Sedikit bocoran untuk para lelaki. Ada adegan berantem yang membuat Julie Estelle nampak seksi dengan cleavage-nya.

Selamat menonton.

No comments:

Post a Comment