Warkop DKI Reborn bagian pertama. Rasanya, inilah salah satu film yang mesti ditonton dengan penuh perjuangan mendapatkan tiket. Bayangkan, di bioskop tempat saya menonton, film ini diputar dengan lima layar. Saya sengaja berencana nonton di hari ketiga karena yakin hari pertama dan kedua akan kehabisan dan sulit mendapatkan posisi yang uenak.
Ternyata salah. Membeli di hari ketiga tetap
tak mendapatkan posisi tengah. Meski membeli dua jam sebelumnya, posisi yang
saya dapatkan nomor empat dari bawah. Tapi tak apalah, saya terima asal film
ini sesuai dengan ekspektasi.
Penjualan tiket film yang dibesut Anggy Umbara ini memang
benar-benar gilaan. Di hari ke enam sejak premier pada 8 September 2016, 2,8
juta tiket ludes terjual. Saya yakin, akhir perolehan akan mampu melampaui Ada
Apa Dengan Cinta 2 yang perolehannya mencapai 3,6 juta tiket. Maaf ya, Mbak
Dian dan Mas Nico, tolong minggir dulu.
Promo gila-gilaan, tentu membuat penggemar
Warkop DKI semakin penasaran. Di commuter line saya temui iklannya, nyalakan TV
juga ada promosi, buka facebook dan twitter ada lagi, beli tiket hari pertama
dapat CD lagu gratis. Sulit tak tergoda.
Tak hanya penggemar Warkop DKI, para
perempuan juga tertarik menonton karena ada tiga papah muda rupawan, Abimana
Aryasatya, Vino G. Bastian, dan Tora Sudiro. Terutama pemeran Dono, yang meski
wajahnya dijelek-jelekin dengan mrongosnya, tetap tampan.
Promosi gencar, pemain terkenal berakting
paten, tentu membuat saya ingin menonton dengan ekspektasi tinggi. Saya sadar,
film ini bukan film serius melainkan pop
corn movie yang bisa ditonton tanpa kapasitas otak buat mikir. Tapi paling
tidak, Warkop DKI digarap dengan lebih segar dan kekinian.
Namun ternyata harapan saya jauh panggang
dari pada api. Warkop DKI masih dengan formula yang sama, cewek seksi dan
komedi slaptick. Padahal, saya berharap DKI Reborn menjadi lawakan cerdas tanpa
harus mengumbar paha Nikita Mirzani dan dada Hannah Al Rasyid.
Apalagi Anggy Umbara, terkenal sutradara
dengan unsur-unsur fantastis, selalu ada keributan dalam keramaian di setiap
filmnya, sinematografi yang komikal. Ciri ini juga ternyata ada di Warkop DKI
Reborn. Mobil dan motor terbang, motor yang menerjang kaca hingga menimbulkan
serpihan, hingga dikejar penduduk karena dikira menyebarkan uang palsu. Saya
merasa terlalu banyak bumbu di film ini.
Beralih ke jajaran pemain. Hannah Al Rasyid
tak ubahnya seperti bidadari Warkop yang dulu, cantik tapi kurang memberi arti.
Kecuali Ence Bagus dan Mudy Taylor yang sanggup mengocok perut penonton, para
pemain stand up comedy bertebaran di mana-mana sekadar numpang lewat.
Beranjak ke pemeran utama. Satu-satunya yang
berperan bagus di antara tiga orang adalah Abimana Aryasatya meski tak seratus
persen mirip. Secemerlang saat menjadi Elang di “Belenggu”, Abimana mampu
menghadirkan akting yang memorable. Celetukan
“Ini muka lho, Kas” masih terngiang-ngiang di telinga dibanding saat Vino
mengatakan “Gila lu, Ndro”. Padahal yang terakhir lebih dulu terkenal.
Akting Abimana juga sukses membuat saya
terbahak. Misalnya saat menimpali Mudy Taylor yang sedang bernyanyi lagu “Dasi
dan Gincu” atau sok bicara Bahasa Perancis. Meski susah ngomong karena gigi
palsu, tampaknya akting Abimana tidak terlalu terganggu.
Sedangkan Vino G. Bastian terlalu ngotot
menjadi Kasino yang justru membuat aktingnya tak alami. Oiya, kostum yang
dikenakan Vino sedikit gangges, kemeja dengan kancing yang dibuka sampai perut
bagian atas. Bukannya seksi atau lucu malah terlihat norak.
Untuk Tora, dia terlalu bermain datar. Aktingnya
tertolong oleh Indro Warkop yang asli. Coba tak dibantu kehadiran Indro entah
sebagai malaikat dan iblis, atau dirinya yang datang dari masa depan, scene
bagian Tora bakal kurang greget.
Satu yang saya sesalkan, sindiran atau
lawakan politik justru diberikan Indro Warkop dan tokoh lain, bukan tiga
pemeran utama. Padahal, awal kemunculan Warkop DKI di radio karena celetukan
cerdas dan sindiran nyrempet politik.
Entah apa niat Anggy Umbara sebenarnya. Ditambah alur yang
terseret-seret, membuat serasa menonton lawakan di televisi. Lucu sih, tapi
kurang berkesan.
Namun, nilai film komedi sangat relatif
tergantung penontonnya. Bagi saya garing dan tidak lucu, bisa jadi membuat orang
lain ngakak terguling-guling. Pada akhirnya banyaknya ‘bumbu’ tak membuat Warkop
DKI Reborn menjadi pop corn yang gurih dan renyah.
No comments:
Post a Comment