Thursday, September 15, 2016

Review: Warkop DKI Reborn dan Pop Corn yang Tak Renyah

Warkop DKI Reborn bagian pertama. Rasanya, inilah salah satu film yang mesti ditonton dengan penuh perjuangan mendapatkan tiket. Bayangkan, di bioskop tempat saya menonton, film ini diputar dengan lima layar. Saya sengaja berencana nonton di hari ketiga karena yakin hari pertama dan kedua akan kehabisan dan sulit mendapatkan posisi yang uenak.



Ternyata salah. Membeli di hari ketiga tetap tak mendapatkan posisi tengah. Meski membeli dua jam sebelumnya, posisi yang saya dapatkan nomor empat dari bawah. Tapi tak apalah, saya terima asal film ini sesuai dengan ekspektasi.

Penjualan tiket  film yang dibesut Anggy Umbara ini memang benar-benar gilaan. Di hari ke enam sejak premier pada 8 September 2016, 2,8 juta tiket ludes terjual. Saya yakin, akhir perolehan akan mampu melampaui Ada Apa Dengan Cinta 2 yang perolehannya mencapai 3,6 juta tiket. Maaf ya, Mbak Dian dan Mas Nico, tolong minggir dulu.

Promo gila-gilaan, tentu membuat penggemar Warkop DKI semakin penasaran. Di commuter line saya temui iklannya, nyalakan TV juga ada promosi, buka facebook dan twitter ada lagi, beli tiket hari pertama dapat CD lagu gratis. Sulit tak tergoda.

Tak hanya penggemar Warkop DKI, para perempuan juga tertarik menonton karena ada tiga papah muda rupawan, Abimana Aryasatya, Vino G. Bastian, dan Tora Sudiro. Terutama pemeran Dono, yang meski wajahnya dijelek-jelekin dengan mrongosnya, tetap tampan.

Promosi gencar, pemain terkenal berakting paten, tentu membuat saya ingin menonton dengan ekspektasi tinggi. Saya sadar, film ini bukan film serius melainkan pop corn movie yang bisa ditonton tanpa kapasitas otak buat mikir. Tapi paling tidak, Warkop DKI digarap dengan lebih segar dan kekinian.

Namun ternyata harapan saya jauh panggang dari pada api. Warkop DKI masih dengan formula yang sama, cewek seksi dan komedi slaptick. Padahal, saya berharap DKI Reborn menjadi lawakan cerdas tanpa harus mengumbar paha Nikita Mirzani dan dada Hannah Al Rasyid.

Apalagi Anggy Umbara, terkenal sutradara dengan unsur-unsur fantastis, selalu ada keributan dalam keramaian di setiap filmnya, sinematografi yang komikal. Ciri ini juga ternyata ada di Warkop DKI Reborn. Mobil dan motor terbang, motor yang menerjang kaca hingga menimbulkan serpihan, hingga dikejar penduduk karena dikira menyebarkan uang palsu. Saya merasa terlalu banyak bumbu di film ini.

Beralih ke jajaran pemain. Hannah Al Rasyid tak ubahnya seperti bidadari Warkop yang dulu, cantik tapi kurang memberi arti. Kecuali Ence Bagus dan Mudy Taylor yang sanggup mengocok perut penonton, para pemain stand up comedy bertebaran di mana-mana sekadar numpang lewat.

Beranjak ke pemeran utama. Satu-satunya yang berperan bagus di antara tiga orang adalah Abimana Aryasatya meski tak seratus persen mirip. Secemerlang saat menjadi Elang di “Belenggu”, Abimana mampu menghadirkan akting yang memorable. Celetukan “Ini muka lho, Kas” masih terngiang-ngiang di telinga dibanding saat Vino mengatakan “Gila lu, Ndro”. Padahal yang terakhir lebih dulu terkenal.

Akting Abimana juga sukses membuat saya terbahak. Misalnya saat menimpali Mudy Taylor yang sedang bernyanyi lagu “Dasi dan Gincu” atau sok bicara Bahasa Perancis. Meski susah ngomong karena gigi palsu, tampaknya akting Abimana tidak terlalu terganggu.

Sedangkan Vino G. Bastian terlalu ngotot menjadi Kasino yang justru membuat aktingnya tak alami. Oiya, kostum yang dikenakan Vino sedikit gangges, kemeja dengan kancing yang dibuka sampai perut bagian atas. Bukannya seksi atau lucu malah terlihat norak.
Untuk Tora, dia terlalu bermain datar. Aktingnya tertolong oleh Indro Warkop yang asli. Coba tak dibantu kehadiran Indro entah sebagai malaikat dan iblis, atau dirinya yang datang dari masa depan, scene bagian Tora bakal kurang greget.

Satu yang saya sesalkan, sindiran atau lawakan politik justru diberikan Indro Warkop dan tokoh lain, bukan tiga pemeran utama. Padahal, awal kemunculan Warkop DKI di radio karena celetukan cerdas dan sindiran nyrempet politik.  Entah apa niat Anggy Umbara sebenarnya. Ditambah alur yang terseret-seret, membuat serasa menonton lawakan di televisi. Lucu sih, tapi kurang berkesan.


Namun, nilai film komedi sangat relatif tergantung penontonnya. Bagi saya garing dan tidak lucu, bisa jadi membuat orang lain ngakak terguling-guling. Pada akhirnya banyaknya ‘bumbu’ tak membuat Warkop DKI Reborn menjadi pop corn yang gurih dan renyah.

No comments:

Post a Comment