Tuesday, November 15, 2016

Sama Seperti Asmara, Jangan Lawan Politik dengan Kebencian

Tumbangnya Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat Hillary Clinton melawan Donald Trump, mengingatkan saya pada masalah asmara para manusia-manusia galau. Bahwa sejatinya terlalu benci itu tak bagus, karena itu justru menyiksa dan membuat kalah.




Begini alasannya, biarkan saya yang pengamat politik dan percintaan abal-abal ini menjelaskan. Orang bilang lawan cinta itu adalah benci, menurut teori saya tidak. Lawan cinta adalah tidak peduli. Ketika kamu benci mantan pacarmu, artinya masih cinta karena ada peduli lewat segala perkepoan dengan nasibnya setelah kalian berpisah. 

Melawan cinta dengan benci sampai di ubun-ubun justru menyakitimu. Apalagi kalau melihat mantan pacarmu sudah move on dengan pasangan yang lebih dari segalanya, apa kamu ndak kian terpuruk di sini hingga menggigil palung hati. Artinya kamu masih cinta dengannya.

Tapi kalau kamu mengabaikannya, ndak ngintip facebooknya lagi, ndak njelek-njelekin lagi, melainkan fokus menyambut calon pacar baru. Meyakinkan diri dan publik kalau gebetanmu itu lebih baik dari mantanmu, saya yakin kamu akan memenangkan segala kegalauan dalam hati dan pikiran. Kamu bakal lebih cepat move on.

Baiklah, daripada kian nglantur, jadi inilah yang sebenarnya membuat Hillary Clinton kalah suara dibanding Donald Trump. Pembenci Donald Trump terlau berapi-api menjelekan Calon Presiden dari Partai Republik sampai lupa mengenalkan apa sih bagusnya Nyonyah Clinton itu. Koar-koar misuhi Trump di medsos juga percuma, malah nambah popularitas bapaknya Ivanka yang demplon itu makin meroket.

Sewaktu Hillary Clinton dihajar isu ritual aneh spirit cooking yang melibatkan darah, daging, air susu perempuan, dan sperma (hayo pikirannya jangan ngeres), juga tidak ada tuh yang mati-matian mengcounter atau minimal ditumpuk dengan positifnya mantan ibu negara. Isinya njelek-njeleki Trump terus. Itu artinya di dalam hati para pembenci Trump tak benar-benar cinta dengan Clinton.

Seperti yang ada di bukunya Rhonda Byrne, hukum tarik-menarik bekerja karena pikiran dominan yang ada di benak kita. Kalau di otak kita pengen kaya, kemudahan bakal terus ngalir. Tapi sebaliknya, ketika yang dominan dalam benak kita itu pikiran ndak punya duit maka yang bakal hadir adalah kesulitan finansial. Meski kita tentu tak berharap.

Seharusnya pembenci Trump belajar ke kasus pendukung Prabowo di Pemilu Presiden 2014. Ketika itu, pendukung Prabowo lebih sibuk hina-hina sampai bikin isu aneh-aneh soal Jokowi, mereka lupa ada Prabowo yang lebih perlu dikenalkan. Isu PKI, antek liberal, antek komunis, non-muslim, disematkan ke Jokowi sementara tim-nya Jokowi sibuk menangkis dan sikat miring. Sampai akhirnya kabar calon nomor urut dua lebih menggema daripada pasangan nomor urut satu.

Tidak heran, capres yang mendominasi di otak pendukung kedua pasangan calon adalah Jokowi. Sebagaimana hukum tarik menarik, yang banyak dibicarakan adalah yang banyak menang. Bisa jadi alasannya karena pemilih mengambang menjadi iba dan jadinya membela. Kalau yang tetap benci, jangan-jangan salah coblos  sewaktu milih. Bukannya penduduk Indonesia itu gampang terbawa suasana. Buktinya, orang lebih kenal Tapasya dibanding Ichcha di Uttaran. Saya rasa begitu juga dengan di Amerika sana.

Kasus kemenangan Donald Trump dan Jokowi di pemilihan masing-masing semakin meyakinkan saya benci itu tak akan berjaya di politik. Abaikan dan cintai calonmu sepenuh hati. Apakah ini bakal terbukti di Pilgub Jakarta 2017? Kalau pemenangnya Ahok berarti masuk itu barang. Tak ada calon gubernur di Indonesia yang paling banyak dimaki selain Ahok. Tapi kalau prediksi salah, sebagai pengamat politik dan percintaan abal-abal, saya perlu belajar lagi.


Pada ujungnya, saran ini tak hanya ditujukan kepada pembenci calon kepala-kepala yang bakal dipilih di pemilu, tetapi juga para jomblo yang barusan putus dan masih sakit hati. Cepat move on, fokus ke calon gebetan.  Ingat ya, stock jomblo berkualitas kian menipis. Terbukti, gebetan yang dulu kamu tolak sudah punya pasangan. Kamu kapan?

No comments:

Post a Comment