Sunday, July 29, 2018

Ulasan Makanan: Martabak Arang Aphin di Bogor, enak sih tapi...

(Warning: mengandung curhatan) 


Sebagai tim martabak manis (terang bulan), kurang lengkap rasanya mencoba martabak-manis yang tersohor di Bogor. Awal bulan lalu, kami sudah mencoba martabak manis Air Mancur dan rasanya enak tak kemanisan meski kejunya porsi cukup. Adonanya lembut dengan harum aroma minyak samin. 

Karena suami tim martabak telur, besoknya langsung beli dan rasanya gurih dan dagingnya empuk meski tak setebal martabak telur Orins. Baiklah, tapi ini tak kalah lezat dan tetap cocok jadi lauk nasi. 

Sebelum mengulas martabak Aphin, mau disclaimer dulu bahwa aku mencoba seobjektif mungkin terlepas kejadian tak mengenakkan di gerainya. Sebagai contoh, meski cebong, aku kurang cocok dengan Markobar-nya Gibran Rakabuming. 

Markobar punya topping yang terlalu manis padahal hidupku kan sudah manis. Jadi buat apa makanan yang terlalu manis?!

Nah martabak Aphin ini sebenarnya opsi kedua karena martabak Encek Suryakencana belum buka dan kami mesti segera bergegas dengan urusan lain. Padahal sejak berbulan-bulan lalu, kami luar biasa penasaran ketika melihat antrian rombong martabak di pojokan yang begitu mengular. 

Berbeda dengan biasanya, Martabak Encek menggunakan arang sebagai bahan bakar.  Kemarin (28 Juli 2018), kami berencana membeli Martabak Encek. Sampai sana sekitar pukul 12.00 siang dan ternyata baru buka 14.00. Mau belanja bulanan dulu tapi takut kehabisan. 

Opsi lain martabak yang menggunakan arang adalah Martabak Aphin. Martabak Encek dan Martabak Aphin sama-sama berdiri sejak puluhan tahun dan asli Bangka. Melipir lah kami ke sana. Toh jaraknya tidak jauh. 

Sampai gerai Martabak Aphin Jalan Padjajaran sekitar pukul 12.30 dan ternyata belum beroperasi. Tampak pegawai masih bersiap-siap. 

Saat menghampiri gerai, tak ada pegawai yang menyambut. 

"Setengah jam lagi," teriak pegawai dari dalam ruangan. 

Akhirnya kami menunggu di bangku besi bawah pohon depan gerai. Perut sudah keroncongan karena lupa sarapan. Nampaknya perlu bersabar beberapa, semoga penantian tidak mengecewakan. 

Sekitar 15 menit kemudian, seorang ibu datang dan seorang pegawai perempuan menghampiri dan menuliskan pesanannya. Sontak suami langsung berdiri kaget karena yang dilayani terlebih dahulu malah sang pembeli baru. Segera suami menuju pegawai menyebutkan pesanan kami. 

Pegawai lain bergegas menata kursi plastik yang sedari tadi tertumpuk depan kasir. Siapa tahu ibunya mau duduk cantik di situ. Sementara kami, biarlah tetap di bangku besi reot.

"Saya tunggu di mobil saja, nanti dihantar ke sana ya," kata ibu segera berlalu. 

Aku mulai jengkel, kok pembeli baru yang lebih dulu dilayani. 

"Sebenarnya adonan belum siap, tapi ibunya keburu datang," kata suami menenangkan. 

Sepuluh kemudian, pegawai menghantarkan pesananya ibu ke mobil depan gerai. Kami kembali kaget, kok lebih dulu pesanan pembeli baru yang dilayani. Bergegas suami menanyakan pesanan ke pegawai laki-laki yang pertama kali ketemu waktu datang tadi. 

"Sudah pesan belum?" tanyanya sembari berteriak. 

"Sudah, saya juga sudah bayar," jawab suami. 

Sumpah, maksude iku lho opo? Kami sudah menunggu dari jam setengah 12 tadi lho. 

Selang beberapa menit, pesanan kami datang. Kami memesan martabak terang bulan dengan topping separuh keju separuh coklat kacang. Harganya Rp 75.000. Konon lebih mahal daripada Martabak Encek.

"Mbak, lain kali yang datang duluan tolong dilayani lebih dulu ya," kataku. Pegawai itu cuma nyengir kuda, ucapan maaf pun tak ada. 

Fiuh... Semoga rasanya setara dengan harga dan jengkelnya.

Karena Martabak Aphin tidak menyediakan ruang untuk makan di tempat, kami berlalu menuju toko swalayan , langganan belanja bulanan. Panas, lapar, dan rute Jalan Padjajaran-Yasmin Bogor yang macet, rasanya pengen ngamuk. 

"Makan aja dulu," kata suami. 

Gimana mau makan di atas motor? Pinggir jalannya juga ga enak. Sudah langsung saja. 

Sesampainya di L*******t Wholesale, kami langsung makan martabak sembari menunggu makanan datang. Rasanya, enak sih tapi tak ada bedanya dengan martabak biasa, lebih enakan Air Mancur malahan. 

Martabak Aphin ini memang lembut, coklatnya tak terlalu manis, dengan keju yang pas. Beli siang, makan habis magrib dan sudah masuk kulkas juga masih bagus. Cuma kalau dibanding Orins dan Air Mancur masih kalah walau aromanya lebih menggoda Aphin. 

Jadi, balik lagi atau tidak? Tentu saja tidak, selain ada yang lebih cocok di lidah juga tak mau mengulang pengalaman yang sama. Next, nanti mencoba Martabak Encek yang legendaris itu. 

Silakan mencoba ke sana, mungkin pengalaman dan lidahnya kita berbeda.
Foto: Diambil dari Pergikuliner.com, kelupaan foto gerai dan martabaknya 

No comments:

Post a Comment